Bisnis.com, SERANG - Kekeringan melanda sekitar 9.000 hektare sawah di Provinsi Banten.
Di Kabupaten Lebak, yang merupakan salah satu daerah terdampak kekeringan di Banten, para petani menyiasati ketersediaan pasokan air dengan cara menyalurkannya secara bergiliran. Dengan begitu areal pertanian tetap mendapat pengairan yang cukup.
"Sistem bergiliran itu karena debit air irigasi menyusut sehubungan kemarau," kata Kepala Bidang Irigasi Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lebak, Dade Yan Apriyandi, seperti ditulis Antara, Sabtu (6/7/2019).
Selama ini pasokan air untuk kebutuhan petani masih terlayani dari bendungan penampung air, namun debitnya menyusut.
Para petani sudah biasa melakukan penyaluran pasokan air bergiliran pada suatu jaringan irigasi jika musim kemarau. Sistem bergiliran tersebut dijalankan guna menghindari gagal panen akibat kemarau panjang.
"Kami menginstruksikan seluruh petani yang teraliri jaringan irigasi agar bergiliran," kata Dade menjelaskan.
Menurut Dade pihaknya menjamin persediaan air di jaringan irigasi masih terlayani, meski debitnya menurun.
Berdasarkan pantauan, sejumlah bendungan penampungan air di wilayah Lebak bagian utara, Lebak bagian tengah hingga Lebak bagian selatan masih teraliri areal persawahan.
Dengan kondisi tersebut, kata dia, para petani mengubah penyaluran air dengan sistem bergiliran agar semua areal pertanian padi bisa teraliri jaringan irigasi.
Misalnya, kata Dade, jaringan irigasi yang biasanya mengairi sepanjang dua kilometer, harus dibagi agar petani bisa menikmati pasokan air.
Dengan pembagian bergiliran itu, untuk hari ini petani dengan pada radius sepanjang satu kilometer bisa teraliri pasokan air. Esok hari giliran petani lain pada radius satu kilometer berikutnya.
"Dengan pola bergiliran itu jika musim kemarau tidak menimbulkan gagal panen," kata Dade.
Sejumlah petani daerah irigasi Cipanas Kabupaten Lebak mengaku bahwa petani di daerah itu sudah biasa menerapkan pola bergiliran jika kemarau tiba.
"Kita memastikan tanaman padi bisa dipanen pada awal Agustus mendatang melalui pembagian giliran untuk menggunakan pasokan air irigasi," kata Ahmad, seorang petani di Desa Lurah Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak.
Pemerintah Kabupaten Lebak juga mengoptimalkan pompanisasi untuk mengatasi kekeringan sehingga tanaman padi bisa diselamatkan untuk menghasilkan produksi pangan masyarakat di daerah itu.
"Semua lokasi yang mengalami kekeringan disebar bantuan pompanisasi itu," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak Dede Supriatna.
Penyaluran bantuan pompanisasi itu guna mengamankan produksi pangan agar tidak menimbulkan puso atau gagal panen.
Di Kabupaten Lebak tanaman padi yang mengalami kekeringan antara usia tanam 15 hingga 30 hari setelah tanam.
Berdasarkan laporan areal persawahan di Kabupaten Lebak yang mengalami kekeringan tercatat 1.243 hektare tersebar di Kecamatan Wanasalam, Malingping, Maja dan Cihara.
"Kekeringan itu akibat kemarau yang menyebabkan debit air saluran irigiasi menyusut," katanya menjelaskan.
Menurut Dede pengoptimalan pompanisasi dilakukan terhadap petani yang memiliki sawah di daerah aliran sungai (DAS), di antaranya Sungai Ciujung, Ciberang, Cisimeut, Cilangkahan, dan Cimadur.
"Kami mengoptimalkan bantuan pompanisasi pada petani hingga jumlahnya mencapai ratusan unit agar menyedot air dari daerah aliran sungai atau embung," ujar Dede.
Pepen (50), seorang petani Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, mengaku, sawah miliknya seluas satu hektare yang diperkirakan akhir Juli 2019 panen kini terbantu dengan adanya pompanisasi.
"Kami setiap musim kemarau panjang bisa melaksanakan percepatan tanam serentak karena dilakukan pompanisasi itu," kata Pepen.
Saat ini tanaman padi berusia 95 hari setelah tanam mulai menguning karena mendapat pasokan air sungai yang disedot pompa air tersebut.