Bisnis.com, SERANG - Pemerintah Provinsi Banten mencatat inflasi di wilayahnya, salah satunya akibat pergeseran tren konsumsi masyarakat dari bahan pokok ke produk manufaktur.
Pelaksana harian Sekretaris Daerah Provinsi Banten Nana Supiana di Serang, Senin (20/1/2025) mengatakan konsumsi makan sehari-hari masyarakat bergeser ke konsumsi yang ke manufaktur seperti pakaian dan sepatu.
“Itu terjadi inflasi, masyarakat ada yang mengalihkan konsumsi belanjanya ke situ,” kata Nana.
Nana usai rapat tim pengendalian inflasi daerah (TPID) mengatakan pihaknya kini berfokus ke bahan komoditas yang potensi inflasi, seperti cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.
Disamping inflasi di Banten terjadi sering dan cukup terkendali, ia mengungkapkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada 2024, telah terjadi lima kali deflasi dengan tiga kali peristiwa berturut-turut.
“Itu menunjukkan bahwa daya beli masyarakat kurang, menunjukkan ada penurunan daya beli,” ujar dia.
Baca Juga
Oleh karenanya, Nana mengatakan perlu adanya kesetimbangan antara deflasi dan inflasi dengan kolaborasi antar stakeholder, dan menjaga pola konsumsi masyarakat.
Menurutnya, diversifikasi pola konsumsi bisa menjadi salah satu cara membangun kesetimbangan untuk menekan inflasi.
“Inflasi juga kalau terlalu tinggi juga nggak bagus, terlalu rendah juga iya. Jadi kita memiliki kunci kesetimbangan aja, antara dua kutub itu, kutub deflasi dan kutub inflasi,” ujar dia.
Sebelumnya, inflasi di Provinsi Banten pada Desember 2024 secara year on year (y-on-y) sebesar 1,88%, tingkat inflasi month to month (m-to-m) Provinsi Banten pada bulan Desember 2024 sebesar 0,50%. Sedangkan tingkat inflasi year to date (y-to-d) sebesar 1,88%.
Komoditas penyumbang utama inflasi y-on-y secara umum antara lain Emas Perhiasan sebesar 0,27%, Kopi Bubuk sebesar 0,22%, Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 0,16%.