Bisnis.com, LEBAK - Nelayan tradisional pesisir selatan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, kembali tidak melaut akibat gelombang tinggi disertai angin kencang yang melanda Samudera Hindia.
"Kami lebih baik di rumah sambil memperbaiki alat jaring akibat cuaca buruk itu," kata Ahmad, seorang nelayan Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Senin (19/10/2020).
Sepanjang gelombang tinggi disertai tiupan angin kencang di pesisir selatan Lebak yang berhadapan dengan Samudera Hindia, para nelayan tidak berani melaut.
Sebab, dua pekan lalu dua nelayan setempat mengalami kecelakaan di Perairan Cihara hingga dua orang dilaporkan meninggal dunia akibat disapu gelombang tinggi.
"Kami tidak melaut sehubungan cuaca kurang bersahabat," katanya.
Begitu juga Ujang (50), seorang nelayan Sukahujan Malingping, Kabupaten Lebak yang mengaku bahwa nelayan tradisional lebih memilih tinggal di rumah karena jika melaut membahayakan keselamatan jiwa.
Selama ini, ujar dia, peluang ketinggian gelombang di Samudera Hindia mencapai dua sampai empat meter dan angin barat cukup kencang, sehingga membahayakan bagi nelayan tradisional.
Sebab, nelayan tradisional itu menggunakan perahu kincang dengan mesin tempel motor dan panjang 2,5 meter dan lebar 1,2 meter.
"Kami dan nelayan lainya terpaksa banyak waktu dihabiskan dengan memperbaiki perahu dan alat tangkap karena jika melaut dipastikan terjadi kecelakaan," katanya.
Petugas Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun, Kabupaten Lebak Ahmad Hadi mengatakan saat ini, sekitar 2.400 nelayan tradisional yang tersebar di 11 TPI menganggur akibat cuaca buruk itu, sedangkan nelayan kapal besar di atas 30 GT tetap melaut.
Namun, jumlah kapal di atas 30 GT relatif kecil dan mereka jika melaut selama satu pekan bisa kembali ke PPI Binuangeun.
"Kami mengimbau nelayan tidak melaut untuk mengantisipasi kecelakaan sehubungan cuaca buruk di Perairan Samudera Hindia," katanya.