Bisnis.com, TANGERANG-- Keberadaan produsen alas kaki di Provinsi Banten bukan karena wilayah ini memiliki iklim bisnis yang menggiurkan melainkan karena warisan masa lalu.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko, menegaskan kehadiran basis-basis produksi alas kaki di Provinsi Bantenjuga bukan karena kemudahan bisnis yang disajikan pemerintah daerah.
Bagi pelaku usaha setidaknya ada tiga pertimbangan dalam menentukan investasi ke suatu sektor. Selain populasi penduduknya banyak harus ada pelabuhan atau akses ke pelabuhan baik, dan ada dukungan pemerintah terkait keamanan dan kepastian bisnis.
"Hari ini banyak pabrik di Banten bukan karena banyak kemudahan bisnis di Banten, tetapi karena awalnya Banten dekat dengan pelabuhan dan Jakarta. Dengan masalah pengupahan, Banten jadi tidak menarik," tutur Eddy kepada Bisnis, Rabu (21/10/2015).
Industri alas kaki merupakan penyumbang terbesar nilai ekspor Banten selama Januari - Agustus 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) Banten mencatat porsinya setara dengan 26,5% total ekspor nonmigas yang mencapai US$6,17 miliar.
Kendati demikian setidaknya ada tiga masalah utama yang selalu dialami pengusaha di sektor alas kaki termasuk sepatu. Hal pertama soal pengupahan, kedua mudah terjadi aksi anarkistis oleh kalangan pekerja atau buruh, yang terakhir ketidakpastian sikap pemerintah daerah.
Eddy mencontohkan, saat penetapan upah minimum pada level tertentu. Lantas angka yang ditetapkan ditentang serikat pekerja hingga melakukan tindak anarkistis. Selanjutnya pemda mengubah angka upah minimum sesuai dengan keinginan buruh.