Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks ketimpangan di Indonesia naik 1,2 poin

International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) merilis ketimpangan di Indonesia tumbuh dari 4,4 pada 2016 menjadi 5,6 pada tahun lalu.
Warga beraktivitas di perkampungan nelayan di kawasan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta, Selasa (18/7)./ANTARA-Aprillio Akbar
Warga beraktivitas di perkampungan nelayan di kawasan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta, Selasa (18/7)./ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA — International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) merilis ketimpangan di Indonesia tumbuh dari 4,4 pada 2016 menjadi 5,6 pada tahun lalu.

Bagus Takwin, Peneliti Utama Survei Ketimpangan Sosial 2017 Indef dari Universitas Indonesia, mengatakan ranah yang paling berperan sebagai sumber ketimpangan sosial yakni penghasilan 71,1%, pekerjaan 62,6%, rumah 61,2%, harta benda 59,4%, dan kesejahteraan keluarga 56,6%.

Bagus mengemukakan Indef menggunakan metode survei langsung dengan mewawancarai 2.250 partisipan yang tersebar dalam 34 provinsi di Indonesia.

"Indeks ketimpangan yang dirumuskan Infid ini mengindikasikan besar ranah dari 10 poin sumber ketimpangan yang dinilai paling timpang oleh seluruh responden. Ini sudah merupakan tahun ketiga kami lakukan survei, hasilnya pasti kami kirim pada K/L terkait," katanya hari ini Jumat (8/2/2018).

Bagus menambahkan berdasarkan wilayah, di Sumatera terjadi peningkatan ketimpangan hingga 8% dari tahun lalu, Sulawesi 4%, Kalimantan 15%, Jawa - Bali 2%, dan Indonesia Timur 10%.

Menurutnya dari hasil survei tahun lalu, Infid memiliki sejumlah rekomendasi untuk perbaikan ketimpangan ke depannya. Antara lain asuransi PHK, perbaikan perpajakan, tunjangan pelatihan kerja untuk usia 30 tahun ke atas, pelatikan pekerja khusus perempuan, insentif bagi pencipta kerja, dan lainnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatag tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia pada September 2017 mencapai 0,391, atau turun tipis dibandingkan 0,393 pada Maret 2017.

Adapun gini ratio di daerah perkotaan pada September 2017 mencapai 0,404. Angkanya turun dibandingkan 0,407 pada Maret 2017. Sementara itu, Gini ratio di perdesaan pada periode tersebut tercatat mencapai 0,320 atau stagnan jika dibandingkan dengan rasio Maret 2017.

Menurut BPS, ketimpangan selama periode Maret-September 2017 oleh beberapa faktor. Pertama, Survei Sosial Nasional (Susenas) menunjukan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita per bulan kelompok penduduk 40% terbawah dan 40% menengah mengalami kenaikan yang lebih cepat dibandingkan penduduk kelompok 20% teratas.

Kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita pada periode itu Maret-September 2017 untuk kelompok 40% terbawah, 40% menengah dan 20% teratas masing-masing sebesar 6,31%, 6,25% dan 5,06%.

Kedua, kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk kelompok 40% terbahwa di daerah perkotaan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan kelompok 40% menegah dan 20% teratas. Kenaikan rata-rata untuk kelompok 40% terbawah, 40% menengah dan 20% teratas di perkotaan mencapai masing-masing 7,10%, 4,71% dan 4,84%.

Ketiga, di perdesaan, terjadi pola yang berbeda dari perkotaan. Kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan kelompok penduduk desa 40% menengah meningkat lebih cepat dibandingkan penduduk kelompok 40% terbawah dan kelompok 20% teratas. Kenaikan rata-rata pengeluaran per kapita Maret-September 2017 untuk kelompok 40% terbawah, 40% menengah dan 20% teratas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper