Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perludem: Kasus Uang Saksi Pelanggaran Serius

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap kasus La Nyalla Mahmud Mattalitti yang diminta dana oleh Partai Gerindra tidak dianggap hal biasa.
/JIBI
/JIBI
Bisnis.com, JAKARTA–Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap kasus La Nyalla Mahmud Mattalitti yang diminta dana oleh Partai Gerindra tidak dianggap hal biasa. 
 
Menurut Titi, meskipun permintaan uang didasari bukan sebagai mahar politik melainkan biaya saksi, ini tidak membuat partai politik seenaknya meminta dana kepada para bakal calon yang diusung
 
Menurutnya parpol tidak harus mengumpulkan biaya yang hanya dibebankan kepada pasangan calon dan tidak percaya dengan hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum sehingga perlu menyebar saksi.  
 
Hal ini karena pemerintah juga menyediakan saksi yang independen di setiap tempat pemungutan suara. Dalam undang-undang juga kampanye  maupun pengawasan pilkada telah diatur oleh dibiayai negara.
 
"Ada upaya ringankan biaya partai sekarang di TPS. Ada satu orang pengawas TPS dibiayai negara, mungkin ringankan biaya saksi ini dengan gunakan biaya negara," kata Titi dalam diskusi bertajuk 'Wajah Politik Pilkada 2018' di Menteng, Jakarta Pusat hari ini Sabtu (13/1/2018).
 
Dengan memaklumkan biaya politik yang besar dan dibebankan kepada calon, Titi menilai akan membuka pintu celah korupsi kepada pasangan calon jika terpilih sebagai kepala daerah.
 
Hal ini karena kepada daerah harus mencari celah agar modal yang dikeluarkannya saat pemilihan kemarin bisa kembali. 
 
"Karena gaji kepala daerah berapa sih? Itu yang membuat dia bisa 'berselingkuh' saat berkuasa nanti untuk balik modal," ujar Titi.
 
Sebelumnya Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Gerindra Habiburokhman mengungkapkan permintaan Partai Gerindra kepada La Nyalla Mahmud Mattalitti menyiapkan biaya saksi untuk maju Pilkada adalah masuk akal. Dia juga menolak jika permintaan tersebut disebut mahar politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper